Love

Baitul Mal Wal Tamwil

BAB I P E N D A H U L U A N LATAR BELAKANG Di Indonesia lembaga keuangan Baitut Tamwil atau Baitu Maal wat Tamwil (BMT) mulai dikenal sejak tahun 1980-an, yaitu dengan berdirinya Baitut Tamwil Teknosa di Bandung dan BT Ridho Gusti di Jakarta. Sayangnya kedua lembaga ini tidak dapat bertahan lama. BMT yang berkembang sekarang ini adalah BMT yang berkedudukan seperti koperasi yang secara legal operasinya seperti bank (BS dam BPRS) dan dalam bentuk Kelompok Simpan Pinjam (KSP) atau Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM). Melalui peran PINBUK mulai tahun 1995 pertumbuhan BMT mencapai hasil yang cukup memuaskan , yang tersebar hamper seluruh pelosok tanah air yang jumlahnya belasan ribu BMT. Disamping lembaga-lembaga keuangan tersebut diatas, tentunya masih ada lagi lembaga keuangan yang perlu dikembangkan sehingga perannya dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat. Lembaga-lembaga keuangan yang mungkin untuk dikembangkan adalah Lembaga Amil Zakat Profesional. Ijarah (Leasing secara Islam), Pegadaian Islam dan lain-lain. PENGANTAR BMT merupakan salah satu jenis lembaga keuangan bukan bank yang bergerak dalam skala mikro sebagaimana Koperasi Simpan Pinjam (KSP). Adapun bank umum merupakan lembaga keuangan makro, sedangkan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) merupakan lembaga keuangan menengah. Dari sekian banyak lembaga keuangan mikro seperti Koperasi, BKD dan lainnya, BMT merupakan lembaga keuangan mikro yang berlandaskan Syari’ah. Selain itu, BMT juga dapat dikatakan sebagai salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang keungann. Ini disebabkan karena BMT tidak hanya bergerak dalam pengelolaan modal saja, tetapi BMT juga bergerak dalam pengumpulan Zakat, Infaq, dan Shadaqah (ZIS). Ini merupakan sebuah konsekswensi dari namanya itu sendiri yaitu Bait Al-Mal wat Tamwil yang merupakan gabungan dari kata Baitul Maal dan Bait At-Tamwil. Secara singkat, Bait Al-Mal merupakan lembaga pengumpulan dana masyarakat yang disalurkan tanpa tujuan profit. Sedangkan Bait At-Tamwil merupakan lembaga pengumpulan dana (uang) guna disalurkan dengan orie ntasi profit dan komersial. Perbedaan BMT dan Bank Umum Syari’ah (BUS) atau juga Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah (BPRS) adaalah dalam bidang pendampingan dan dukungan. Berkaitan dengan dukungn, BUS dan BPRS terikat dengan peraturan pemerintah di bawah Departemen Keuangan atau juga peraturan Bank Indonesia (BI). Sedangkan BMT dengan badan hokum koperasi, secara otomatis di bawah pembinaan Departemen Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. Dengan demikian, peraturan yang mengikat BMT juga dari departemen I ni. Sampai saat ini selain peraturan tentang koperasi dengan segala bentuk usahnya, BMT diatur secara khusus dengan keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha kecil dan Menengah No. 19/Kep/M.KUKM/IX/2004 tentang petunjuk Pelaksaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syari’ah. Dengan kepututsan ini, segalah sesuatu yang terkait dengan pendirian dan pengawasan BMT berada di bawah Departemen Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. Pada mulanya, istilah BMT terdengar pada awal tahun 1992. Istilah ini muncul dari prakarsa sekelompok aktivis yang kemudian mendirikan BMT Bina Insan Kamil di jalan Pramuka Sari II Jakarta. Setelah itu, muncul pelatihan-pelatihan BMT yang dilakukan oleh Pusat Pengkajian dan Pengembangan Usaha Kecil (P3UK), dimana tokoh-tokoh P3Uk adalah para pendiri BMT Bina Insan Kamil. Istilah BMT semakin popular ketika pada September 1994 Dompet Dhuafa (DD) Republika bersama dengan Asosiasi Bank Syari’ah Indonesia (ABISINDO) mengadakan diklat manajemen Zakat, Infaq, dan Shadaqah (ZIS) dan Ekonomi Syari’ah di Bogor. Diklat-diklat selanjutnya oleh DD dilakukan di Semarang dan Yogyakarta. Setelah diklat-diklat itu, istilah BMT lebih banyak muncul di Harian Umum Republika, terutama di Lembar Dialog Jum’at. Pada tahun 1995, istilah BMT bukan hanya popular di kalangan aktivis Islam saja, akan tetapi mulai popular di kalangan birokrat. Hal ini tidak lepas dari peran Pusat Inkubasi Usaha Kecil (PINKUB), suatu badan otonom di bawah Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI). Bahkan pada Muktamar ICMI 7 Desember 1995, BMT dicanangkan sebagai Gerakan Nasional bersama dengan Gerakan Orang Tuan Asuh (GNOT) dan Gerakan Wakaf Buku (GWB). Hanya saja, istilah Baitul Maal wat Tamwil sering diartikan sebagai Balai usaha Mandiri Terpadu (kependekan dan operasionalnya sama, BMT). Untuk menjelaskan pengertian keduanya memang tidak mudah. Sebab belum ada literature yang menerangkan secara gambling dan tepat kedua istilah tersebut. Boleh dikatakan istilah BMT hanya da di Indonesia. Namun menilik istilah yang ada pada padanan tersebut, BMT merupakan paduan lembaga Baitul Maal dan Lembaga Baitul Tamwil. Dari kedua kata itu, istilah yang lebih akrab di telingan kaum muslimin tentunya adalah Baitul Maal, sebab kata ini sudah ada sejak zaman Rasulullah. SEJARAH LAHIRNYA BAITUL TAMWIL DI INDONESIA Adapun kelahiran dan istilah Baitul Tamwil (BT), namanya pernah popular lewat BT Teknosa di Bandung dan BT Ridho Gusti di Jakarta. Keduanya kini tidak ada lagi. Setelah itu, walaupun dengan bentuk yang berbeda namun memiliki persamaan dalam tata kerjanya pada bulan agustus 1991 berdiri sebuah Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah (BPRS) di Bandung. Kelahirannya terus di ikuti dengan beroperasinya Bank Muamalat Indonesia (BMI0 pada bulan juni 1992. BT yang menyusul kemudian adalah BT Bina Niaga Utama (BINAMA) di Semarang pada tahun 1993. BT Bianama hingga kini masih bertahan dengan asset lebih dari 25 milyar rupiah. Dilihat dari fungsinya, BT sama dengan Bank Muamalat Indonesia atau BPRS yaitu sebagai Lembaga Keuangan Syari’ah. Yang membedakan hanya skala dan status kelembagaannya. Bila BMI untuk pengusaha atas, BPRS untuk menengah ke bawah, maka BT untuk pengusaha bawah sekali (grass root). Ibaratnya, BMI adalah super market, BPRS mini market, maka BT adalah warung-warung kecil. Semakin menjamurnya BT dan istilah BMT pada tahun-tahun itu didukung oleh adanya pelatihan-pelatihan yang dilakukan oleh Syari’ah Banking Institut (SBI), Institut for Syari’ah Economic Development (ISED), Lembaga Pendidikan dan Pengembangan Bank Syari’ah (LPPBS). Lembaga tersebut sasngat berjasa dalam mempopulerkan istilah BT yang pada waktu itu BT dianggap sebagai embrio BPRS. Konsepsi Bait Al-maal sebagai pengelola dana amanah dan harta rampasan perangn (ghanimah) pada masa awal islam, yang diberikan kepada yang berhak dengan pertimbangan kemaslahatan umat, telah ada pada masa Rasulullah. Pada masa Khalifah Umar Bin Khattab, lembaga ini bahkan dijadikan salah satu lembaga keuangan Negara yang independen untuk melayani kepentingan umat dan membiayai pembangunan secara keseluruhan.pada masa itu, telah diadakan pendidikan khusus yang dipersiapkan untuk pengelolaan lembaga keuangan yang beroperasi sesuai dengan syar’ah. Praktek mencari keuntungan juga mulai dilakukan dengan cara bagi hasil (mudharabah), penyertaan modal usaha (musyarakah), membeli dan membayar dengan cicilan (bai’ bi ats-tsaman ajil0 dan sewa guna usaha (al-ijarah). Perkembangan ekonomi di tanah air telah mengalami fase kemajuan yang luar biasa bahkan telah menguasai seluruh ruang gerak manusia. Hal ini dapat terlihat deengan ditandai unggulnya ekonomi syari’ah dalam lembaga keuangan yang ada di Negara Indonesia. Dewasa ini, bersamaan dengan semangat ittiba’ kepada Rasul dengan totalitas ajarannya, memunculkan semagat untuk meniru system perbankan pada zaman Rasulullah dan sahabat Umar. Terlebih dengan adanya kontroversi mengenai riba dan bungan bank, maka umat Islam mulai melirik untuk mendirikan bank yang berlandaskan Syari’ah. Dalam konteks Indonesia, keingin tersebut nampaknya sejalan dengan kebijakan pemerintah, yang memberikan respon positif terhadap usulan pendirian Bank Syari’ah. Dengan disahkannya UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang mencantumkan kebebasan penentuan imbalan dan system keuangan bagi hasil, juga dengan terbitnya Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 1992 yang memberikan batasan tergas bahwa bank diperbolehkan melakukan kegiatan usaha dengan berdasarkan prinsip bagi hasil. Maka mulailah bermunculan perbankan yang menggunakan system Syari’ah, seperti Bank Muamalat Indonesia (BMI), BNI Syari’ah, BPRS-BPRS, dan Baitul Mal wat Tamwil (BMT). System Ekonomi Islam mulai bersaing dengan Sistem Ekonomi Konvensional dengan lahirnya Bank Muamalat Indonesia yang masih berinduk pada Bank Indonesia. Berinduk berarti bahwa perjalanan dalam menentukan sikap dan kebijakan yang berlaku di Bank Muamalat Indonesia tidak terlepas dari control Bank Indonesia. Namun dalam menjalankan sebuah system yang sesuai dengan Syari’at Islam adalah merupakan jalan sendiri yang tidak ada intervensi dari system konvensional sebagai mana yang berlaku pada Bank Indonesia. Berawal dari lahirnya Bank Muamalat Indonesia sebagai sentral perekonomian yang bernuansa Islami, maka bermunculan lembaga-lembaga keuangan yang lain, yaitu ditandai dengan tingginya semagat bank konvensional untuk mendirikan lembaga keuangan Islam yaitu bank syari’ah. Sehingga secara otomatis system perekeonomian Islam telah mendapatkan tempat dalam kancah perekonomian di tanah air Indonesia. Munculnya BMT sebagai lembaga mikro keuangan Islam yang bergerak pada sector riil masyarakat bawah dan menengah adalah sejalan dengan lahirnya Bank Muamalat Indonesia (BMI). Karena BMI sendiri secara operasional tidak dapat menyentuh masyarakat kecil ini, maka BMT menjadi salah satu lembaga mikro keuangan Islam yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Di samping itu juga peranan lembaga ekonomi Islma yang berfungis sebagai lembaga yang dapat mengantarkan masyarakat yang berada di daerah-daerah untuk terhindar dari system bunga yang diterapkan pada Bank Konvensional. Kelahiran BMT sangat menunjang system perekonomian pada masyarakat yang berada di daerah karena di samping sebagai lembaga keuangan Islma, BMT juga memberikan pengetahuan-pengetahuan agama pada masyarakat yang tergolong mempunyai pemahaman agama yang rendah. Sehingga fungsi BMT sebagai lembaga ekonomi dan social keagamaan betul-betul terasa dan nyata hasilnya. Lahirnya BMT ini di antaranya di latarbelakangi oleh beberapa alas an sebagai berikut : Agar masyarakat dapat terhindar dari pengaruh system ekonomi kapitalis dan sosialis yang hanya memberikan keuntungan bagi mereka yang mempunyai modal banyak. Sehingga ditawarkanlah sebuah system ekonomi yang berbasis syari’ah. Ekonomi syari’ah yang dimaksud adalah suatu system yang dibangun atas dasar adanya nilai etika yang tertanam seperti pelarangan tentang penipuan dan bentuk kecurangan, adanya hitam diatas putih ketika terjadi transaksi, dan adanya penanaman kejujuran terhadap semua orang dan lain-lain. Melakukan pembinaan dan pendanaan pada masyarakat menengah kebawah secara intensif dan berkelanjutan. Agar masyarakat terhindar dari rentenir-rentenir yang memberikan pinjaman modal dengan system bunga yang sangat tidak manusiawi. Agar ada alokasi dana yang merata pada masyarakat, yang fungsinyha untuk menciptakan keadilan social. Realitas menunjukkan adanya BMT di tingkat daerah sangat membantu masyarakat dalam rangka pemenuhan kebutuhan ekonomi yang saling menguntungkan dengan memakai system bagi hasil. Di samping itu juga ada bimbingan yang bersifat pemberian pengajian kepada masyarakat dengan tujuan sebagai sarana transformative untuk lebih mengakrabkan diri pada nilai-nilai agama Islam yang bersentuhan langsung dengan kehidupan social masyarakat. Sebagai lembaga keuangan yang bergerak pada bidang bisnis dan social, BMT harus mempunyai visi yang mengarah pada perwujudan masyarakat sejahtera dan adil. Walaupun setiap BMT mempunyai visi yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya, namun arah atau visi utama tersebuth harus dijadikan sebagai pijakan. Pada dataran realitas, dimana BMT berbadan hokum koperasi, visi kesejahteraan dan keadilan tersebut memang diarahkan pada anggota terlebih dahulu. Namun demikian, kesejahteraan masyarakat umum juga tidak boleh dikesampingkan. Dengan acuan tersebtu, maka vis BMT dapat dirumuskan secara kelembagaan masing-masing. Hal ini mengingat lingkungan kerja BMT yang memang sangat variatif, sehingga visi yang dibangunya juga dapat saja berbeda-beda. Adapun misi yang harus dijadikan sebagai acuan adalah membangun dan mengembangkan tatanan ekonomi dan masyarakat yang sesuai dengan prinsip syari’ah. Hal inilah yang membedakan koperasi pada umumnya dengan koperasi dalam bentuk BMT. Karena pengertian BMT yang mengandung unsur social juga, maka misi sebagaimana di atas juga harus dijadikan patokan utama. Secara defakto, rumusan redaksonal misi antar BMT dapat berbeda-beda namun dengan misi utama yang sama. Melihat visi dan misi BMT yang harus diarahkan pada terciptanya masyarakat sejahtera dan adil sebagaimana di atas, maka tujuan didirikannya suatu BMT harus relevan dengan hal itu. Selain juga sebagai lembaga berbadan hokum koperasi, BMT harus diupayakan mempunyai tujuan pemberdayaan (empowering) harus menjadi brand tujuan BMT. Artinya bahwa pemberian modal pinjaman pada anggota maupun penyimpanannya oleh anggota harus dilakukan oleh BMT dengan cara pendampingan usaha bagi penerima modal atau dengan kegiatan-kegiatan lainnya. Sebagai lembaga voisnis yang professional, BMT dituntut untuk lebih mengembangkan usahanya pada sector keuangan, yakni simpan pinjam, jasa, dan jual beli. Usaha ini seperti usaha perbankan yakni menghimpun dana anggota dan calon anggota (nasabah) serta menyalurkan kepada sector ekonomi yang halal dan menguntungkan. Namun demikian, terbuka luas bagi BMT untuk mengembangkan usahanya pada lahan bisnis yang lebih riil maupun sector lain yang dilarang dilakukan oleh lembaga keuangan bank. Karena BMT bukan bank, maka ia tidak tunduk pada aturan perbankan. Melihat pengertian BMT sebagaimana ide awal lahirnya dan kemudian pengaturan pemerintah dalam legalitasnya, maka BMT mempunyai peranan sebagai berikut : Mengumpulkan dana dan menyalurkannya pada anggota maupun masyarakat luas. Mensejahterakan dan meningkatkan perekonomian anggota secara khusus dan masyarakat secara umum. Membantu Baitul Al-maal dalam menyediakan kas untuk alokasi pembiayaan non komersial atau biasa disebut Qardh Al-Hasan. Menyediakan cadangan pembiayaan macet akibat terjadinya kebangkrutan usaha nasabah Bait At-Tamwil yang berstatus Al-Gharim. Lembaga social keagamaan dengan pemberian beasiswa, santunan kesehatan, sumbangan pembangunan sarana umum, peribadatan dan lain-lain. Disisi lain hal ini juga dapat membantu bait at-tamwil dalam kegiatan promosi produk-produk penghimpun dana dan penyaluran kepada masyarakat. Walaupun demikian, karena di sisi lain BMT mempunyai misi membangun dan mengembangkan tatanan perekonomian dan struktur masyarakat yang madani dan adil, maka dapat dipahami bahwa tujuan dari BMT bukan semata-mata mencari keuntungan dan penumpukan modal pada segolongan orang kaya saja, tetapi lebih berorientasi pada pendistribusian laba yang merata dan adil, sesuai dengan prinsip ekonomi Islam. Oleh karena itu hal-hal yang harus dikedepankan oleh BMT adalah orientasi bisnis, mencari laba bersama, pemanfaatan ekonomi paling banyak untuk anggota masyarakat. Dalam rangka mencapai tujuan dan agar peranannya berjalan dengan maksimal, BMT berfungsi sebagai lembaga yang mengidentifikasi, memobilisasi, mengorganisasi, mendorong dan mengembangkan potensi serta kemampuan potensi ekonomi anggota dan masyarakat daerah kerjanya. Dengan demikian BMT dituntut untuk mampu : Meningkatkan kualitas SDM anggota dan masyarakat wilayah kerjanya untuk menjadi lebih professional dan Islami sehingga semakin utuh dan tangguh dalam menghadapi persaingan global. Menggalang dan memobilisasi potensi masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya. Menjadi perantara keuangan (Finacial Intermediary), antara agniya (kelompok orang-orang kaya) sebagai shahibul maal (pemilik dana) dengan du’afa (kelompok masyarakat kelas bawah) sebagai mudharib (pelaksana usaha), terutama untuk dana-dana social seperti zakat, infaq, shadaqah, wakaf, hibah, dan lainnya. Menjadi perantara keuangan (Financial Intermediary), antara pemilik dana (shohibul maal), baik sebagai pemodal maupun penyimpan dengan pengguna dana (mudharib) untuk mengembangkan usaha yang lebih produktif. BAB II P E M B A H A S A N PENGERTIAN BMT merupakan kependekan dari Baitul Mal wal Tamwil atau dapat juga ditulis dengan baitul maal wa baitul tamwi.. secara harfiah baitul maal berarti rumah dana dan baitul tamwil berarti rumah usaha. Baitul Maal dikembangakan berdasarkan sejarah perkembangannya, yakni dari masa nabi sampai abad pertengahan perkembangan Islam. Diaman baitul maal berfungsi untuk mengumpulkan sekaligus mentasysrufkan dana social. Sedangkan baitul tamwil merupakan lembaga bisnis yang bermotif laba. Dari pengertian tersebut dapat ditarik suatu pengertian menyeluruh bahwa BMT merupakan organisasi bisnis yang juga berperan social. Peran social BMT dapat terlihat pada defenisi baitul maal, sedangkan peran bisnis BMT terlihat dari defenisi baitul tamwil. Sebagai lembaga social, baitul maal memiliki kesamaan fungsi dan peran Lembaga Amil Zakat (LAZ), oleh karenannya, baitul maal ini harus di dorong agar mampu berperan secara professional menjadi LAZ yang mapan. Fungsi tersebut paling tidak meliputi upaya pengumpulan dana zakat, infaqa, sedekah, wakaf dan sumber dana-dana social lain, dan upaya pensyharufan zakat kepada golongan yang paling berhak sesuai dengan ketentuan asnabiah (UU no. 38 Tahun 1999). Sebagai lembaga bisnis, BMT lebih mengembangkan usahanya pada sector keuangan, yakni simpan pinjam. BMT mempunyai peluang untuk mengembangkan lahan bisnisnya pada sector riil maupun sector keuangan lain yang dilarang dilakukan oleh lembaga-lembaga keuangan bank. Karena BMT bukan bank, maka ia tidak tunduk pda aturan perbankan. AZAS DAN LANDASAN BMT berdasarkan Pancasila dan UUD 45 serta berlandaskan prinsip syari’ah Islam, keimanan, keterpaduan (kaffah), kekeluargaan/koperasi, kebersamaan, kemandirian dan profesionalisme. Dengan demikian keberadaan BMT menjadi organisasi yang syah dan legal. Sebagai lembaga keuangan syari’ah, BMT harus berpegang teguh pada prinsip-prinsip syari’ah. FUNGSI Mengidentifikasi, memobilisasi, mengorganisasi, mendorong dan megembangkan potensi ekonomi anggota, kelompok anggota muamalat (pokusma) dan daerah kerjanya. Meningkatkan kualitas SDM anggota dan pokusma menjadi professional dan Islmai sehingga semakin utuh dan tangguh dalam menghadapi persaingan global. Menggalan dan memobilisasi potensi masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan anggota. TUJUAN DIdirikannya BMT dengan tujuan meningkatkan kualitas usaha ekonomi untuk kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Pengertian tersebut dapat dipahami bahwa BMT beorientasi pada upaya peningkatan kesejahteraan anggota dan masyarakat. Anggota harus diberdayakan supaya dapat mandiri. Dengan sendirinya, tidak dapat dibenarkan jika para anggota dan masyarakat menjadi sangat bertanggung kepada BMT. Dengan menjadi anggota BMT, masyarakat dapat meningkatkan taraf hidup melalui peningkatan usahanya. PRODUK DAN MEKANISME OPERASIONAL BMT Pembiayaan Pembiayaan Modal Kerja Penyediaan kebutuhan modal kerja dapat diterapkan dalam berbagai kondisi dan kebutuhan, karena memang produk BMT sangat banyak sehingga memungkinkan dapat mememnuhi kebutuhan modal tersebut. Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Jual-Beli Merupakan penyediaan barang modal maupun investasi untuk pemenuhan kebutuhan modal kerja maupun investasi. Atas transaksi ini BMT mendapat sejumlah keuntungan. Pembiayaan Dengan Prinsip Jasa Pembiayaan ini disebut jasa karena pada prinsipnya dasar akadnya adalah ta’auni atau tabarru’l yakni akad yang tujuannya tolong-menolong dalam hal kebajikan. Produk Tabungan Tabungan Pendidikan Merupakan tabungan yang disetorkan kapan saja, namun pengambilannya sesuai perjanjian misalnya 6 bulan, 1 tahun, 2 tahun dan 4 tahun. Tabungan Biasa Tabungan yang kapan saja bisa diambil dan terdapat system bagi hasil Tabungan Idul Fitri Tabungan yang diambil 1 tahun sekali dan diambil sebelum idul fitri Tabungan Aqiqah Tabungan yang diambil pada saat akan melakukan aqiqah Tabungan Haji Tabungan yang disetorkan untuk membiayai ibada haji yang akan dilakukan penyetor Tabungan Qurban Tabungan yang disetorkan untuk membiayai ibadah qurban. MEKANISME OPERASIONAL BMT Dikelolah oleh Manajer, Teller, Marketting dan Pengurus, dan BMT dibawah bimbingan kementerian Koperasi dan UKM (Usaha Kecil Menengah). Selain itu BMT juga mempunyai visi dan misi agar mekanisme operasionalnya berjalan dengan baik. Visi : Harus mengarah pda upaya untuk mewujudkan BMT menjadi lembaga yang mampu meningkatkan kualitas ibada, memakmurkan kehidupan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Misi : Membangun dan mengembangkan tatanan perekonom ian dan struktur masyarakat madani yang adail bermakmuran, berkemajuan serta makmur, maju, berkeadilan, berlandaskan Syari’ah dan Ridho Allah SWT. MEKANISME OPERASIONAL KOPERASI SYARI’AH Dalam konteks ekonomi kerakyatan atau demokrasi ekonomi, kegiatan produksi dan konsumsi dilakukan oleh semua warga masyarakat dan untuk warga masyarakat, dan pengelolaannya dibawah pimpinan dan pengawasan masyarakat sendiri. DASAR ATAU BADAN HUKUM DIDIRIKANNYA BMT Dasar hukum didirikannya BMT adalah Al-qur’an surat At-Taubah ayat 60 dan 103 dimana ayat tersebut menerangkan tentang kewajiban zakat terhadap umat Islam, pada masa Rasulullah SAW pemungutan zakat belum tertata dengan rapi serta belum ada lembaga yang menampung hasil zakat tersebut oleh karena itu Rasulullah membuat kebijakan untuk membangun lembaga khusus untuk menaruh uang dari hasil zakat tersebut yang diberi nama Baitul Maal. PERKEMBANGAN DAN PERTUMBUHAN BMT DI INDONESIA BMT membuka kerjasama dengan lembaga pemberi pinjaman dan peminjam bisnis skala kecil dengan berpegang pada prinsip dasar tata ekonomi dalam agama Islam yakni saling rela, percaya dan tanggung jawab, serta tgerutama system bagi hasilnya. BMT terus berkembang. BMT akan terus berproses dan berupaya mencari terobosan baru untuk memajukkan perekonomian masyarakat, karena masalah muamalat memang berkembang dari waktu ke waktu. DAMPAK PERKEMBANGAN DAN PERTUMBUHAN BMT DI INDONESIA Membangkitkan usaha mikro di kalangan masyarakat mengengah ke bawah Membantu masyarakt dalah hal simpan pinjam Meningkatkan taraf hidup melalui mekanisme kerjasama ekonomi dan bisnis Dengan adanya BMT maka tidak terjadi penimbunan uang karena uang terus berputar Memperluas lapangan pekerjaan khususnya di dalam sector riil. KENDALA BMT masih kurang dikenal oleh masyarakat luas, sehingga jumlah nasabahnya pun tidak terlalu banyak. Kurang promosi terhadap lembaga itu sendiri, maka kepercayaan masyarakat terhadap BMT masih kurang. Mayoritas orang-orang kota mempunyai rasa gengsi untuk menabung dalam jumlah kecil minimnya modal yang dimiliki oleh lembaga BMT. STRATEGI PENGEMBANGAN BMT harus mempromosikan lembaganya kepada pengusaha menengah kecil khususnya di sekitar wilayah BMT tersebut. Membuat promosi dalam bentuk brosur Mengenalkan BMT ke lembaga pendidikan. DAFTAR PUSTAKA Ridwan, Muhammad. 2005.Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil (BMT). Yogyakarta: UII Press Yogyakarta. www.google.com http://bisnisbook.wordpress.com/2011/01/17/makalah-koperasi-syariah-baitul-mal-wat-tamwil-bmt/ http://bmthaniva.wordpress.com/artikel/

Ditulis Oleh : Andhyzbaik.blogspot.com ~ Deskripsi Blog Anda

Artikel Baitul Mal Wal Tamwil ini diposting oleh Andhyzbaik.blogspot.com pada hari . Terimakasih atas kunjungan Anda serta kesediaan Anda membaca artikel ini. Kritik dan saran dapat anda sampaikan melalui kotak komentar.

:: Get this widget ! ::

Tidak ada komentar: